TERBATASNYA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA–KOTA BESAR
Wilayah perkotaan pada
saat ini memiliki permasalahan yang amat berat, dimana berkurangnya jumlah
ruang terbuka hijau atau RTH. Hal ini disebabkan karena perkembangan kota oleh
jumlah penduduk, sehingga banyaknya masyarakat yang membutuhkan ruang baik untuk
tempat tinggal, tempat kerja maupun tempat pariwisata. Sehingga lahan yang
sebelumnya merupakan ruang terbuka hijau atau RTH, sekarang menjadi kawasan
terbangun. Sebagian besar permukaannya tertutup oleh jalan, bangunan dan lain –
lain dengan karakter yang sangat kompleks dan sangat berbeda dengan karakter
ruang terbuka hijau (RTH). Pembangunan yang tidak teratur juga dipengaruhi oleh
lemahnya penegakan hukum dan kesadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang
kota. Hal ini juga menyebabkan adanya permukiman kumuh dibeberapa ruang
kotayang kemudian menimbulkan kemacetan yang sulit untuk diatasi. Berkurangnya
ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan membuat kualitas lingkungan di suatu
kota akan memburuk, ditambah lagi dengan banyaknya pertumbuhan yang terjadi
pada ruang non – hijau. Hal ini dapat dilihat dari sering terjadinya banjir di
perkotaan, tingginya polusi yang disebabkan oleh kendaraan serta industri –
industri yang berkembang, serta meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan
krisis sosial), menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena
terbatasnya ruang publik yang tersedia untuk adanya interaksi sosial antar
sesama. Penduduk perdesaan biasanya memiliki usia dan kualitas hidup yang lebih
baik. Hal ini karena di wilayah perdesan tingkat stress penduduknya lebih
rendah daripada penduduk di perkotaan dan juga masih banyaknya ruang terbuka
hijau (RTH) di wilayah perdesaan.
Dalam hal ini,
diperlukannya pemikiran jauh ke depan dimana pembangunan kota lebih mempertimbangkan
faktor – faktor lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Tetapi sebelumnya,
apa itu ruang terbuka hijau? Ruang terbuka hijau atau RTH merupakan salah satu
contoh dari ruang terbuka publik (open
spaces) di perkotaan, dimana ruang terbuka hijau (RTH) merupakan ruang yang
diiisi oleh tanaman, tumbuhan serta vegetasi (endemik maupun introduksi) guna
mendukung manfaat ekologis, sosial – budaya dan arsitektural yang dapat
memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakat.
Secara fisik RTH dapat
dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan
taman – taman nasional, maupun RTH non – alami atau ninaan yang seperti taman,
lapangan olah raga dan kebun bunga. Dari segi fungsi RTH dapat berfungsi secara
ekologis, sosial – budaya, arsitektural dan ekonomi. Secara ekologis RTH dapat
meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan
menurunkan temperatur kota. Bentuk – bentuk RTH perkotaan yang berfungsi
ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, hutan kota, taman botani,
sempadan sungai dan lain – lain. Secara sosial – budaya keberadaan RTH dapat
memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai
tetenger kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial – budaya antara
lain taman – taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya.
Secara arsitektual RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota
melalui keberadaan taman – taman kota, kebun – kebun bunga dan jalur – jalur
hijau di jalan – jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi
ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan (urban agriculture) dan pengembangan sarana hijau perkotaan yang
dapat mendatangkan wisatawan. Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan
RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologi. RTH dengan
konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan
lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dan sebagainya.
Sedangkan RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang – ruang yang
dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan, RTH
kecamatan, RTH kota maupun taman – taman regional atau nasional.
Penataan ruang di
Indonesia, sebenarnya sudah diatur dalam UU Republik Indonesia nomor 26 tahun
2007 tentang “Penataan Ruang”. Ruang terbuka hijau (RTH) juga sudah diatur
dalam undang – dang tersebut, yaitu pada :
·
BAB
I “Ketentuan Umum”, Pasal 1 ayat 31 : Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
·
BAB
IV “Pelaksanaan Penataan Ruang”, Paragraf 5 Pasal 29 :
(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan
ruang terbuka hijau privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada
wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik
pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.
·
Penjelasan
Pasal 29
(1) Ruang terbuka hijau publik merupakan
ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka
hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur
hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau
privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta
yang ditanami tumbuhan.
(2) Proporsi 30 (tiga puluh) persen
merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik
keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem eklogis
lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang
diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota,
pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas
bangunan gedung miliknya.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik
seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah
kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin
pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.
Sebenarnya sudah ada
peraturan yang mengatur secara langsung tentang penataan ruang terbuka hijau
yaitu Instruksi Menteri dalam Negeri No. 14 Tahun 1988, tentang “Penataan Ruang
Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan”. Instruksi menteri dalam negeri berisi:
1)
Tujuan
pembentukan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah:
·
Meningkatkan
inutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana
pengainan lingkungan perkotaan.
·
Menciptakan
keserasian lingkungan alan dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat.
2)
Fungsi
dari adanya Ruang terbuka hijau kota yaitu:
·
Sebagai
areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan;
·
Sebagai
sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan
lingkungan;
·
Sebagai
sarana rekreasi;
·
Sebagai
pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di
darat, perairan maupun udara;
·
Sebagai
sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk
membentuk kesadaran lingkungan;
·
Sebagai
tampat perlindungan plasma nutfah;
·
Sebagai
sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro;
·
Senagai
pangatur tata air.
3)
Manfaat
yang dapat diperoleh danri Ruang Terbuka Hijau kota antara lain:
·
Memberikan
kesegaran, kenyaman dan keindahan lingkungan;
·
Memberikan
lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota;
·
Memberikan
hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah.
4)
Letak
Lokasi
a.
Ruang
terbuka hijau dikembangkan sesuai dengan kawasan – kawasan peruntukan ruang
kota, yaitu:
·
Kawasan
pemukiman kepadatan tinggi;
·
Kawasan
pemukiman kepadatan sedang;
·
Kawasan
pemukiman kepadatan rendah;
·
Kawasan
industri;
·
Kawasan
perkantoran;
·
Kawasan
sekolah/kampus perguruan tinggi;
·
Kawasan
perdagangan;
·
Kawasan
jalur jalan;
·
Kawasan
jalur sungai;
·
Kawasan
jalur pesisir pantai;
·
Kawasan
jalur pengaman utilitas/instalasi.
b.
Pada
tanah yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan ketinggian di
atas permukaan laut serta penduduknya terhadap jalur sungai, jalur jalan dan
jalur pengaman utilitas.
c.
Pada
tanah di wilayah perkotaan yang dikuasai badan hukum atau perorangan yang tidak
dimanfaatkan dan atau ditelantarkan.
5)
Jenis
Vegetasi
a.
Kriteria
vegetasi untuk kawasan hijau pertamanan kota:
·
Karakteristik
tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak
mengganggu pondasi, struktur daun tengah rapat sampai rapat;
·
Jenis
ketinggian bervariasi, warna hijau dan variasi warna lain seimbang;
·
Kecepatan
tumbuhnya sedang;
·
Berupa
habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya;
·
Jenis
tanaman tahunan atau musiman;
·
Jaraj
tanaman setengan rapat, 90% dari luas harus dihijaukan;
b.
Kriteria
vegetasi untuk kawasan hijau kegiatan olah raga:
·
Karakteristik
tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan tidak mudah patah, oerakaran tidak
mengganggu pondasi;
·
Jenis
tanaman tahunan atau musiman;
·
Berupa
habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya, dan
·
Jarak
tanaman tidak rapat, 40% - 60% dan luas areal harus dihijaukan.
c.
Kriteria
vegetasi untuk kawasan hijau pertanian:
·
Karakteristik
tanaman : struktur daun rapat, warna dominan hijau;
·
Kecepatan
tumbuhnya bervariasi dengan pola tanam diarahkan sesingkat mungkin lahan
terbuka;
·
Jenis
tanaman tahunan atau musiman;
·
Berupa
habitat tanaman budidaya, dan
·
Jarak
tanaman setengah rapat sampai 80% - 90% dan luas areal harus dihijaukan.
d.
Dan
Seterusnya.
Menurut Dwiyanto (2009),
kualitas ruang terbuka public selama
30 tahun terakhir mengalami penurun yang signifikan terutama ruang terbuka
hijau (RTH). Contohnya di kota – kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan
dan Bandung dimana pada awal tahun 1970an terdapat 35% luasan RTH tetapi pada
saat ini hanya tersisa 10%. Ruang terbuka hijau (RTH) yang ada kebanyakan di
alih fungsikan menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung –
gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan kawasan permukiman baru. Kota
jakarta pada tahun 2009, hanya memiliki 9% RTH saat memiliki rasio RTH per
kapita sekitar 7,08 m2 relatif masih lebih rendah dari kota – kota
lain di dunia. Oleh karen itu perlu adanya penataan – penataan kota baik oleh
pemerintah maupun oleh kesadaran masyarakat yang tinggal di perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. https://walhi.or.id/wp-content/uploads/2018/07/UU-No-26-2007-ttg-Tata-Ruang.pdf
Dwiyanto,
A. 2009. Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau di Permukiman Perkotaan.
Jurnal Teknik Vol. 30 (2).
Komentar
Posting Komentar